Klaim Tanah yang Dijanjikan Tuhan, 1.000 Keluarga Israel Siap Pindah ke Gaza

2 days ago 14

GAZA (jurnalislam.com)– Di depan mata Jalur Gaza yang hancur akibat perang selama hampir 22 bulan, ratusan pemukim Israel menggelar aksi pada Rabu (30/7) untuk menegaskan klaim mereka atas wilayah yang porak-poranda tersebut.

Dengan mengibarkan bendera Israel dan spanduk oranye bertuliskan “Gush Katif” nama blok permukiman yang dibongkar pada 2005 para demonstran berbaris dari Kota Sderot menuju pos pengamatan Asaf Siboni yang menghadap reruntuhan Beit Hanoun di Gaza utara.

Israel menarik diri dari Jalur Gaza pada 2005, mengakhiri 38 tahun pendudukan militer. Sekitar 8.000 pemukim dievakuasi dan 21 komunitas Yahudi di wilayah itu dibongkar. Namun, sebagian kecil dari mereka yang dulu tinggal di sana tak pernah menyerah pada impian untuk kembali. Kini, di tengah perang dengan Hamas dan menguatnya kelompok garis keras di pemerintahan Israel, mereka merasa momentum itu telah tiba.

Para veteran Gush Katif kini bergabung dengan generasi baru calon pemukim yang menyatakan siap kembali ke Gaza bahkan jika itu berarti harus tinggal di tenda.

“Sebagai sebuah gerakan, ada sekitar 1.000 keluarga Anda bisa melihat mereka hari ini siap pindah sekarang, sebagaimana keadaan saat ini, dan tinggal di tenda,” kata Daniella Weiss (79), mantan wali kota permukiman Kedumim di Tepi Barat, kepada AFP.

“Kami siap bersama anak-anak kami untuk pindah ke Gaza sekarang juga, karena kami percaya ini adalah jalan menuju ketenangan dan perdamaian, serta satu-satunya cara untuk mengakhiri Hamas,” ujarnya.

“Hanya ketika kami berpegang teguh pada tanah pada setiap butiran pasirnya barulah tentara akan menyerah,” tambah Weiss.

Kelompok-kelompok sayap kanan turut serta dalam aksi tersebut, berbaris ke arah perbatasan sambil meneriakkan, “Gaza milik kami selamanya!”

Sementara dari pengeras suara terdengar seruan, “Cara mengalahkan Hamas adalah merebut kembali tanah kami.”
“Gaza Bagian dari Tanah Israel” teriaknya.

Sebagian besar wilayah Gaza kini hancur akibat serangan militer Israel sejak 7 Oktober 2023.

Menurut Kementerian Kesehatan di Gaza, lebih dari 60.000 warga Palestina tewas akibat serangan Israel sejak saat itu. Sejumlah organisasi hak asasi internasional menuding Israel telah melakukan pengusiran paksa, kejahatan perang, dan genosida terhadap warga sipil.

Pemerintah Israel di bawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa tujuan operasi militer di Gaza adalah untuk menghancurkan Hamas dan membebaskan para sandera, bukan untuk membangun kembali permukiman Yahudi.

Namun, para calon pemukim mengaku telah menjalin komunikasi dengan anggota parlemen dari faksi garis keras dalam koalisi pemerintahan dan meyakini ada peluang politik untuk kembali ke Gaza meski secara hukum internasional, pendudukan kembali atas wilayah tersebut dianggap ilegal.

Semangat kelompok ini makin berkobar setelah Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, dalam pidatonya di Museum Gush Katif awal pekan ini menyatakan: “Ini lebih dekat dari sebelumnya. Ini adalah rencana kerja yang realistis.”

“Kita tidak mengorbankan semua ini hanya untuk menyerahkan Gaza dari satu kelompok Arab ke kelompok Arab lainnya. Gaza adalah bagian tak terpisahkan dari tanah Israel,” kata Smotrich. “Saya tidak ingin kembali hanya ke Gush Katif itu terlalu kecil. Gaza hari ini memberi kita ruang untuk berpikir lebih besar.”

𝗧𝗮𝗻𝗮𝗵 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗗𝗶𝗷𝗮𝗻𝗷𝗶𝗸𝗮𝗻

Pernyataan Smotrich mendapat sambutan dari para demonstran.

“Saya percaya kepada Tuhan dan kepada pemerintah,” kata Sharon Emouna (58), warga permukiman di Tepi Barat yang ikut hadir dalam aksi mendukung kembalinya permukiman Yahudi ke Gaza.

“Saya hadir di sini untuk menunjukkan dukungan, untuk menyampaikan bahwa tanah Israel dijanjikan bagi bangsa Yahudi. Adalah hak kami untuk tinggal di sana,” ujarnya.

Menurut Emouna, jika ada warga Palestina yang tetap tinggal di Gaza, mereka justru akan diuntungkan dengan hidup berdampingan bersama para pemukim Yahudi.

Namun, pada Rabu itu, pasukan Israel tetap membatasi pergerakan demonstran, mencegah mereka menyeberang ke Gaza. Jalan menuju wilayah tersebut hanya berupa hamparan semak belukar yang kering di bawah terik matahari musim panas.

Meski begitu, sejumlah keluarga terus berdatangan hingga mendekati perbatasan, cukup dekat untuk melihat siluet reruntuhan rumah-rumah warga Palestina dan, mungkin, membayangkan masa depan yang ingin mereka rebut kembali. (Bahry)

Sumber: TNA

Read Entire Article
Alur Berita | Malang Hot | Zona Local | Kabar Kalimantan |